Bintang Bersinar
Malam ini
bintang - bintang sedang
bersinar dengan terangnya, bulan pun tidak kalah memancarkan cahayanya,
menyembunyikan kegelapan malam. Hal ini membuat Cessa sangat senang, karena ia bisa melihat
bintang sepuasnya. Berbeda dengan Arin, sahabatnya yang memejamkan mata ke arah Cessa seakan keindahan malam ini tidak menarik
untuknya. Tapi dibalik itu tersimpan sebuah masa lalu.
“ Arin, jangan bilang kau terpesona dengan
wajahku.” Cessa mengalihkan
pandanganya pada Arin sambil
memasang wajah geli.
“ Apa? yang
benar saja. Mataku tertutup. Kau pikir aku penyuka sesama jen ~ ah sudahlah.”
“ haha. Tenang
tenang aku juga bukan tipikal wanita seperti itu.” Kekeh Cessa.
“ Bagus.
Bagaimana kalau kita pulang, sudah hampir 2 jam kita berbaring di rumput ini
dan kurasa kulitku sudah membeku sekarang.”
“ Ah ayolah.
Apakah kau tidak bisa menikmati apa yang sedang kunikmati sekarang. Menatap
keindahan dunia malam. Bintang, Bulan, Semilir angin dan hal lainnya. Itu
mengasikkan Arin.”
“ Dan aku tidak
suka.” Protes Arin
“ Selalu itu
yang kau ucapkan setiap kita kesini. Aku tahu kau sahabatku, tapi kalau kau
tidak menyukai rutinitas ini sebaiknya kau tidak usah ikut. Padahal yang
kudengar dari Ibumu kau suka sekali dengan ilmu astronomi dan meneliti langit.”
“ Memang dan sekarang aku sudah tidak tertarik.”
Cessa menghela nafas. Inilah yang selalu Arin jawab jika dia sudah mulai mengungkit
tentang hal semacam ini. Arin akan
berubah menjadi wanita yang menyebalkan dan ketus. Tapi, Cessa adalah sudah menjadi sahabatnya sejak 5
tahun lalu dan pergi ke tempat ini nyaris setiap minggu, seharusnya dia sudah
tau apa yang menyebabkan Arin seperti
ini. Keheningan pun kembali tercipta.
“ Aku tidak tahu
apa yang membuatmu seperti ini Arin. Tapi
kau harus tahu bahwa aku kesini karena aku merindukan orangtuaku. Mereka bilang
mereka akan selalu ada diantara hamparan bintang. Dan aku mengajakmu hanya
untuk menunjukan bahwa aku tidak kesepian disini. Karena aku memiliki sahabat.”
Cessa mulai angkat bicara. Sedangkan Arin hanya memejamkan matanya seolah yang
dikatakan Sahabatnya ini angin lalu. Dia malas membicarakan hal yang berbau
kematian dengan sahabatnya ini.
“ Ah, dan kau
harus tahu juga Arin. Jika
aku sudah tidak ada didunia ini lagi aku juga ingin menjadi bintang, yang
paling bersinar.”
“ kurasa kau
tidak normal Cessa. Mana
mungkin kau ingin menjadi sebuah bola gas yang panas ? dan menjadi yang paling
bersinar ? itu artinya kau bintang paling panas. Carilah tempat trasformasi
lain.”
“ aku tahu kalau
bintang itu berasal dari bola gas. Orang orang bahkan tidak mau mendekatiku
dari dekat. Tapi, bukankah semua orang menyukai bintang yang terlihat dari jauh
?”
“ Semua orang
kecuali aku.”
“ Benarkah ?
mungkin kalau aku mati kau akan menyukai bintang.”
“ Berhentilah
membicarakan kematian Cess. Aku
tidak akan memaafkanmu kalau kau pergi sekarang. Dan tentu saja aku akan makin
membenci segala tentang malam hari.”
“ menyeramkan
sekali mendengarmu sampai harus membenci malam hari.” Cessa menggelengkan wajahnya mendengar ucapan
sahabatnya itu.
“lalu apa yang
bisa kulakukan agar kau tidak menyalahkan kematianku ?”
“ Tetap hidup
dan menjadi sahabatku hingga kita sudah dewasa dan aku sudah merelakanmu
pergi.”
******
“ Cess, tidak apa kan aku tidak menemanimu pergi ke
taman kota malam ini ?” Ucap Arin dari
telefon.
“ Ah, akhirnya
kau mengakui juga kalau kau tidak suka hal yang berbau malam. Seperti Bintang
misalnya .” Cessa menjawab
dengan sedikit terkekeh.
“ Bukan bukan.
Malam ini aku ikut latihan Tari. Kau tahu kan dua hari lagi sekolah kita akan
mengadakan Lomba ?”
“ Ya ya. aku
hanya bercanda, kalau begitu semoga latihannya berjalan lancar.”
“Ok. Byee.”
Arin langsung
memutuskan sambungan telefonnya, dan entah kenapa perasaannya berubah menjadi
tidak enak. Tanpa memikirkan itu, ia segera beranjak ke ruang keluarga,
berpamitan dengan Ayah dan Ibunya yang sedang menonton tv.
“
Yah, bu. aku berangkat latihan Tari dulu.”
Pamit Arin pada Kedua orang tuanya. Ayahnya hanya menganggukan kepalanya
tanda setuju.
“ Tumben sekali.
Biasanya kau pergi ke taman kota setiap malam minggu bersama Cessa.” Tanya Ibunya
“ Dua hari lagi
lombanya, bu. Lagipula aku sudah bilang pada Cessa kok.”
“ Okay. kalau
begitu jangan pulang terlalu larut.”
“ Iyaa pasti.”
Ketika Casey
hendak beranjak dari ruang keluarga tiba tiba Ayahnya menyela.
“ Hm. Rin, tidak tertarik kah kau mengunjungi kakakmu ? kau belum
pernah mengunjunginya semenjak itu.”
“ No. Salah
siapa dia tidak menepati janjinya.”
“ Lalu sampai
kapan kau akan menyalahkan kakakmu yang tidak bersalah itu ?”
“ Entahlah.
Mungkin suatu hari nanti aku akan memaafkannya. Tapi tidak sekarang.”
*****
Arin mengusap
peluh yang terus mengalir dari pelipisnya sembari meminta ijin beristirahat.
Entah berapa jam dia berlatih tari dengan kelompoknya tanpa jeda mengingat tenggat waktu menuju lomba sudah dekat. Dia
melihat jam yang tertera di Hpnya, 9 malam. Biasanya jam segini dia sedang
mengahabiskan waktu dengan Sahabat baiknya di Taman Kota, hal itu membuat
perasaannya kembali tidak enak. Dan dia sedikit terlonjak merasakan getaran di
Hpnya. Telefon dari seseorang.
“ Ya, ini Arin.”
“Arin, Bisakah kau ke rumah sakit sekarang?”
Ucap suara
disebrang dengan sedikit terisak yang sukses membuat Arin tersentak.
“Ada apa? Siapa
yang sakit?”
“ Ini nenek Cessa. Nanti nenek jelaskan setibanya kau disini.”
“Cessa? Rumah sakit mana? biar saya kesana sekarang!”
Setelah mendapat
alamat Rumah sakit yang ditunjukan Nenek Cessa, dengan langkah tergesa Arin meminta ijin pada Pelatih Tarinya dan
langsung meninggalkan Studio tempatnya berlatih. Lalu menyetop taksi yang lewat
dihadapannya.
“ Tidak ada
bintang malam ini. Gelap. Seperti waktu itu.” Gumam Arin.
Selama
diperjalanan Otak Casey tidak henti hentinya bertanya. Kenapa dengan Cessa? apa yang menyebabkannya masuk rumah sakit?
dan pikiran pikiran lainnya yang terus bersahutan diotaknya. Tidak sampai 10
menit berselang Arin sudah
sampai di rumah sakit yang dituju dan langsung bertemu dengan Nenek Cessa yang telah menunggunya di Loby dengan
wajah sembab.
“ Ada apa Nek?
apa yang terjadi pada Cessa?”
Ucap Arin dengan sedikit tergesa dan masih dilanda
kebingungan. Bagaimana kalau terjadi sesuatu dengan Cessa. Biar bagaimanapun Cessa adalah satu satunya sahabat yang dimiliki Arin.
“ Dia tertabrak mobil yang sedang melintas
ketika dia akan pulang kerumah. Lukanya cukup parah, Dan sekarang..” Nenek Cessa menghela nafas sebelum melanjutkan. “ Dia
sudah tenang bersama orang tuanya.”
Arin terpaku
begitu mendengar penuturan dari Nenek Cessa yang
sekarang sudah menitikan air matanya lagi. Sudah tenang dengan orang tuanya ?
bukankahh orang tuanya sudah tiada ? Apa mungkin dia ..
“ Maksud Nenek
?”
“ Dia sudah
tiada, Nak. Nyawanya tidak bisa diselamatkan. Cessa sudah menjadi bintang dilangit, seperti
yang diinginkannya.”
Jelas nenek Cessa sekali lagi. Arin menggeleng, ‘Tidak. Tidak mungkin dia pergi
secepat ini. Ingatanku tentang masa laluku bahkan belum pudar. Dan mereka
berdua meninggalkanku dengan cara seperti ini’ gerutu Arin.
“ Aku tahu kau
satu satunya sahabat yang dia punya, dia sering membicarakanmu. Kau tidak
seperti teman Cesssa yang
lain yang selalu menghinanya karena Orangtuanya sudah meninggal.”
“ Aku ingin
melihatnya sekarang !”
Sela Arin dengan intonasi yang sedikit tinggi. Ia tahu
itu tidak sopan, tapi dia sudah terlanjur tidak percaya dengan semuanya. Tidak
percaya kalau sahabat yang baru 5 tahun dekat dengannya harus pergi secepat
ini.
“ Baiklah. Ikut
aku.”
Nenek Cessa menunjukan ruangan dimana Cessa menghembuskan nafasnya yang terakhir. Dia
memang belum dipindahkan karena Neneknya tahu bahwa Arin pasti ingin menemuinya terlebih dahulu.
Ketika Arin mendekati Cessa barulah ia percaya bahwa sahabatnya ini
memang sudah pergi. “ Kau tidak menghargai janji yang kuucapkan Cessa. Cepat sekali, bahkan aku belum memberi
tahumu mengapa aku membenci bintang Cess.” Ucap Arin sendu. “ Kalau saja tadi aku menemanimu
mungkin semuanya tidak terjadi.”
Ternyata inilah
yang menyebabkan perasaan Arin tidak
enak semenjak memutuskan sambungan telefon dari Cessa. Telefon yang menjadi percakapan
terakhirnya bersama sahabatnya itu.
Sekarang tidak
ada lagi Cessa, tidak akan ada lagi seseorang yang selalu
menemani Arin, tidak ada lagi Cessa yang bisa Arin ajak bermain, tidak ada
lagi Cessa yang cerewet, tidak ada lagi Cessa yang selalu mengajaknya ke Taman kota dan tidak ada lagi Cessa yang bisa membuat Arin merasakan kehadiran Kakaknya dari sisi Cessa.
Sekarang kedua
orang itu sudah pergi. Disaksikan langit malam yang tanpa bintang.
****
Seminggu setelah
pemakaman Cessa, yang sampai
sekarang belum bisa Arin lupakan.
Tiba tiba saja, sore ini
Nenek Cessa menelefon Arin untuk datang ke rumahnya. Entah untuk alasan
apa.
“ Masuklah .. ”
Ucap Nenek Cessa begitu melihat Arin sampai dirumahnya.
“ Sebenarnya ada
apa nek ? tumben sekali nenek menyuruhku ke sini ?”
“ Tidak. Nenek
hanya tidak sengaja menemukan ini.” Ucapnya sambil menyodorkan sebuah surat. “
Sepertinya untukmu.”
Tanpa
membacanya, Arin langsung
bertanya pada nenek Cessa.
Karena bagaimana bisa Neneknya itu tetap terlihat senang. Padahal, dia sudah
kehilangan semuanya. Seorang anak yang merupakan Ibu dari Cessa dan Cessa sendiri.
“ Nek. Aku tahu
semua orang harus merelakan orang yang disayanginya pergi. Tapi kelihatannya
nenek sangat cepat melupakannya ?”
“ Yah.
Sebenarnya nenek bahagia Cessa sudah
tidak ada sekarang.”
Ucapan Nenek Carrisa
itu sontak membuat Arin
terperangah.
“ Maksud nenek ?
bukankah nenek sangat menyanyangi Cessa ?”
“ Memang. Dan
karena itulah nenek bahagia. Karena orang yang nenek sayangi tidak harus
merasakan sakit seperti yang dialami Ayah dan Ibunya.”
“ Aku tidak tahu
Cessa sakit. Bahkan
dia saja tidak pernah memberitahuku mengapa orangtuanya meninggal.”
“ Gejalanya
memang belum terlihat. Dia masih muda. Cessa
mengidap HIV akibat kesalahan orangtuanya. Dia tidak harus sampai
direhabilitasi sekarang.”
Hal itu sukses
membuat Arin terkejut. HIV.
Jadi itu yang membuat Nenek Cessa senang Cessa sudah tiada. Senang karena tidak harus
melihat orang yang dia sayangi menderita berkepanjangan karena penyakit itu.
Tapi, bagaimana juga Sahabatnya itu tetap Ceria ?
“ Dan aku
sebagai sahabatnya sendiri tidak tahu.”
“ Itu karena tidak
semua rahasia harus dibeberkan kan. Setiap orang pasti mempunyai rahasia
sendiri yang tidak boleh diketahui orang lain. Untuk keamanan jiwanya mungkin dan kau juga harus tahu Arin, Tuhan menunjukan kebaikannya lewat apapun.
Meskipun orang lain merasa itu bukanlah kebaikan.”
Ya. tidak semua
Rahasia harus dibeberkan. Dan tuhan itu selalu baik.
‘ Aku kira hanya
aku yang mempunyai rahasia pribadi. ‘ pikir
Arin.
***
Hai Arin,
Bagaimana
kabarmu sekarang ? Aku harap sahabatku yang
begitu benci bintang ini sudah berubah. haha ? aku tidak tahu kapan surat ini
akan sampai ditanganmu, tapi aku percaya jika surat ini sudah sampai ditanganmu
itu artinya aku sudah pergi, bergabung dengan orangtuaku dan tentunya menjadi
bintang yang paling bersinar dilangit. Aku tidak perduli dengan masalah bola
gas itu. hehe
Pokoknya jangan
salahkan siapapun kalau aku pergi. Karena itulah yang sudah ditakdirkan oleh tuhan Rin. Dan kalau kau ingin berbicara denganku,
Carilah bintang yang paling bersinar di langit. Disitulah aku menemanimu dengan
cahayaku.
Your Bestfriend,
Cessa
Arin tidak
tahu harus bagaimana setelah membaca surat dari Cessa itu. Pikirannya tidak menentu sekarang,
sulit merelakannya meskipun ia tahu itulah yang terbaik dan tanpa disadari
matanya mulai berkaca kaca. Dan saat itu pula arin sudah sampai di tempat yang ia tuju. Sebuah
tempat yang dia sendiri sudah lupa kapan terakhir kalinya kesini. Dengan
berhiaskan langit malam yang entah kenapa sekarang dipenuhi bintang bintang dan
sebuah bulan yang terlihat lebih terang dari biasanya.
‘RONA
ANTARIKSA’
“ Hai kak Rona.”
Gumam Arin. Setelah pulang dari rumah Nenek Cessa entah kenapa dirinya ingin sekali
mengunjungi makam kakaknya, padahal sedari dulu dia menolak mentah - mentah jika ada orangtuanya mengajaknya
kesini.
Bukan karena ia
membenci kakakknya. Tapi karena kedekatannya dengan kakaknya lah yang
membuatnya tidak ingin mengunjungi makam kakaknya. Ia tidak mau menerima
kenyataan jika kakaknya sudah tiada.
“ Sudah lama
kakak tidak mengajakku meneliti bintang lagi. Sudah hampir 6 tahun.”
Rona memang
selalu mengajak Arin meneliti
bintang di tempatnya bekerja dulu. Sama seperti Cessa yang selalu mengajak Arin pergi ke Taman kota untuk menatap bintang.
Karena alasan itulah dia membenci bintang, meskipun begitu dia tidak menolak
ajakan Cessa setiap minggu
karena hati kecilnya ingin selalu mengingat kakaknya.
“ Kau tahu kak ?
Impianmu sama dengan sahabatku yang baru saja pergi. Ingin menjadi bintang yang
bersinar. Haha.”
Arin terus
bercerita sendiri sambil membayangkan kakaknya ada disana, berbicara seakan
kakaknya masih hidup, dan
melupakan segala keogisannya yang selama ini membuatnya tidak mau bertemu
kakaknya.
“ Aku pulang dulu kak. Aku berjanji sekarang
akan selalu mengunjungimu karena aku tahu kakak disini karena tuhan ingin yang
terbaik untuk kakak.”
Arin pun
bangkit dari makam kakaknya dan pulang ke rumah. Tanpa disadarinya, dilangit
sana ada dua bintang yang bersinar sedari tadi. Terus dan terus bersinar
sepanjang malamnya dikala berbagai cuaca, selalu menemani Arin dimalam hari, menerangi dunianya. Karena
mereka adalah ‘Bintang
yang bersinar’.
**